Home » , , , , , » Kebudayaan aceh

Kebudayaan aceh

Budaya aceh
kebudayaan aceh


1.1         Latar Belakang
            Indonesia terdiri dari beribu-ribu suku bangsa yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Masing-masing mempunyai kebudayaan yang berbeda-beda. Pengertian budaya itu
sendiri ialah hasil cipta, rasa, dan karsa manusia. Perkembangan suatu budaya dari suatu bangsa di pengaruhi oleh perkembangan intelektualitas dan perilaku social masyarakatnya. Sehingga budaya itu sendiri tidak dapat terhindar dari perubahan mengikuti perkembangan zaman. Namun perubahan tersebut harus tetap mempertahankan nilai dasar budaya itu sendiri sehingga tetap terjaga kemurniannya.

            Salah satu budaya yang akan kami kaji lebih dalam kali ini ialah Kebudayaan Aceh.  Di mana Aceh merupakan salah satu Daerah Istimewa di Indonesia. Selain itu rakyat Aceh menjadikan ajaran Islam sebagai dasar yang mengatur kehidupan. Tak heran daerah ini terkenal dengan sebutan “Serambi Mekkah”. 
            Pada masa penjajahan, semangat dan peranaan rakyat Aceh sangat besar dalam mengusir penjajah. Walaupun hanya dengan senjata tradisional seperti Rencong, mereka tak gentar melawan penjajah. Hal inilah yang membuat Aceh mendapat seutan “Tanah Rencong”. Lalu seperti apakah kehidupan rakyat Aceh sehari-harinya?Apa sajakah produk budaya dan kesenian Aceh?untuk lebih jelasnya akan dijelaskan dalam Bab selanjutnya.
1.2         Rumusan Masalah
1.      Mengetahui lebih dalam Kebudayaan Aceh
2.      Mengetahui sejarah Kebudayaan Aceh
3.      Bagaimana Upacara Perkawinan Adat Aceh

1.3          Tujuan
      Untuk mengetahui sejauh mana Budaya Aceh mengalami perubahan,dan pandangan masyarakat aceh terhadap petuah dan kebiasaan-kebiasaan yang telah turun menurun berlaku dalam masyarakat, petuah atau kebiasaan yang disebut adat istiadat di nanggroe aceh dalam adat perkawinan di aceh.
BAB II
LANDASAN TEORITIS


2.1.      Pengertian Budaya Aceh 

            Budaya aceh adalah budaya yang dijalani oleh masyarakat yang adapt istiadatnya sangat berkaitan dengan islam. Kebiasaan-kebiasaanyang berlaku dalam masyarakat aceh tidak bertentangan dengan ajaran agama islam . Budaya yang islam ini kita harapkan dapat tercermin dalam semua tingkah laku dan kehidupan orang aceh.                                                          .

2.2.      Ciri Khas Budaya Aceh

            Budaya aceh mempunyai prinsip yang disebut adab dan agama itu tidak ubahnya seperti zat dan sifat yang tidak dapat dipisahkan. Contoh: dari segi berbusana, idealnya busana aceh sangat sederhana yakni busana yang menutup aurat, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Dalam budaya aceh bagi anak laki-laki yang memakai anting disebut tidak waras (pungoe) karena anting itu adalah perhiasan bagi wanita. 

BAB III
PEMBAHASAN

3.1       Aceh
            Aceh merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki aneka ragam budaya yang menarik khususnya dalam bentuk tarian, kerajinan dan perayaan. Di Provinsi Aceh terdapat empat suku utama yaitu: Suku Aceh, Suku Gayo, Suku Alas dan Tamiang.
            Suku Aceh merupakan kelompok mayoritas yang mendiami kawasan pesisir Aceh. Orang Aceh yang mendiami kawasan Aceh Barat dan Aceh Selatan terdapat sedikit perbedaan kultural yang nampak nya banyak dipengaruhi oleh gaya kebudayaan Minangkabau. Hal ini mungkin karena nenek moyang mereka yang pernah bertugas diwilayah itu ketika berada di bawah protektorat kerajaan Aceh tempo dulu dan mereka berasimilasi dengan penduduk disana. 
            Suku Gayo dan Alas merupakan suku minoritas yang mendiami dataran tinggi di kawasan Aceh Tengah dan Aceh Tenggara. Kedua suku ini juga bersifat patriakhat dan pemeluk agama Islam yang kuat.
            Setiap suku tersebut memiliki kekhasan tersendiri seperti bahasa, sastra, nyanyian, arian, musik dan adat istiadat. Kebudayaan Aceh sangat dipengaruhi oleh kebudayaan Islam. Tarian, kerajinan, ragam hias, adat istiadat, dan lain-lain semuanya berakar pada nilai-nilai keislaman. Contoh ragam hias Aceh misalnya, banyak mengambil bentuk tumbuhan seperti batang, daun, dan bunga atau bentuk obyek alam seperti awan, bulan, bintang, ombak, dan lain sebagainya.
             Hal ini karena menurut ajaran Islam tidak dibenarkan menampilkan bentuk manusia atau binatang sebagai ragam hias. Aceh sangat lama terlibat perang dan memberikan dampak amat buruk bagi keberadaan kebudayaannya. Banyak bagian kebudayaan yang telah dilupakan dan benda-benda kerajinan yang bermutu tinggi jadi berkurang atau hilang. 
3.2       Sejarah dan Pengenalan Kebudayaan Aceh
            Aceh merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki aneka ragam budaya yang menarik khususnya dalam bentuk tarian, kerajinan dan perayaan/kenduri. Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam terdapat delapan sub suku yaitu Suku Aceh, Gayo, Alas, Aneuk Jamee, Simeulu, Kluet, Singkil, dan Tamiang. Kedelapan sub etnis mempunyai budaya yang sangat berbeda antara satu dengan yang lain. Suku Gayo dan Alas merupakan suku yang mendiami dataran tinggi di kawasan Aceh Tengah dan Aceh Tenggara.
            Suku bangsa yang mendiami Aceh merupakan keturunan orang-orang melayu dan Timur Tengah hal ini menyebabkan wajah-wajah orang Aceh berbeda dengan orang Indonesia yang berada di lain wilayah. Sistem kemasyarakatan suku bangsa Aceh, mata pencaharian sebagian besar masyarakat Aceh adalah bertani namun tidak sedikit juga yang berdagang. Sistem kekerabatan masyarakat Aceh mengenal Wali, Karong dan Kaom yang merupakan bagian dari sistem kekerabatan.
            Agama Islam adalah agama yang paling mendominasi di Aceh oleh karena itu Aceh mendapat julukan ”Serambi Mekah”. Dari struktur masyarakat Aceh dikenal gampong, mukim, nanggroe dan sebagainya. Tetapi pada saat-saat sekarang ini upacara ceremonial yang besar-besaran hanya sebagai simbol sehingga inti dari upacara tersebut tidak tercapai. Pergeseran nilai kebudayaan tersebut terjadi karena penjajahan dan fakttor lainnya.
3.3       Hakekat sistem budaya Aceh adalah Agama Islam
            Syariat Islam adalah Berisi hukum dan aturan Islam yang mengatur seluruh sendi kehidupan umat manusia, baik Muslim maupun non Muslim. Sumber: Al-Qur’an (sumber hukum Islam yang pertama), Hadis (seluruh perkataan, perbuatan, dan persetujuan Nabi Muhammad yang kemudian dijadikan sumber hukum), Ijtihad (untuk menetapkan hukum Islam berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis).
            Oleh sebab itu segala cabang kehidupan: politik, ekonomi, sosial budaya tidak boleh berlawanan dengan ajaran Islam.

3.4.      Membudayakan Upacara Perkawinan Adat Aceh 
            1.Tahapan Melamar (BA RANUB)
            Untuk mencarikan jodoh bagi anak lelaki yang sudah dianggap dewasa maka pihak keluarga akan mengirim seorang yang bijak dalam berbicara (disebut theulangke) untuk mengurusi perjodohan ini. Jika theulangke telah mendapatkan gadis yang dimaksud maka terlabih dahulu dia akan meninjau status sang gadis. Jika belum ada yang punya, maka dia akan menyampaikan maksud melamar gadis itu. Pada hari yang telah di sepakati datanglah rombongan orang2 yang dituakan dari pihak pria ke rumah orang tua gadis dengan membawa sirih sebagai penguat ikatan berikut isinya seperti gambe, pineung reuk, gapu, cengkih, pisang raja, kain atau baju serta penganan khas Aceh. Setelah acara lamaran iini selesai, pihak pria akan mohon pamit untuk pulang dan keluarga pihak wanita meminta waktu untuk bermusyawarah dengan anak gadisnya mengenai diterima-tidaknya lamaran tersebut.

            2.Tahapan Pertunangan (JAKBA TANDA)
            Bila lamaran diterima, keluarga pihak pria akan datang kembali untuk melakukan peukeong haba yaitu membicarakan kapan hari perkawinan akan dilangsungkan, termasuk menetapkan berapa besar uang mahar (disebut jeunamee) yang diminta dan beberapa banyak tamu yang akan diundang. Biasanya pada acara ini sekaligus diadakan upacara pertunangan (disebut jakba tanda). Acara ini pihak pria akan mengantarkan berbagai makanan khas daerah Aceh, buleukat kuneeng dengan tumphou, aneka buah-buahan, seperangkat pakaian wanita dan perhiasan yang disesuaikan dengan kemampuan keluarga pria. Namun bila ikatan ini putus ditengah jalan yang disebabkan oleh pihak pria yang memutuskan maka tanda emas tersebut akan dianggap hilang. Tetapi kalau penyebabnya adalah pihak wanita maka tanda emas tersebut harus dikembalikan sebesar dua kali lipat.

            3.Persiapan Menjelang Perkawinan
            Seminggu menjelang akad nikah, masyarakat aceh secara bergotong royong akan mempersiapkan acara pesta perkawinan. Mereka memulainya dengan membuat tenda serta membawa berbagai perlengkapan atau peralatan yang nantinya dipakai pada saat upacara perkawinan. Adapun calon pengantin wanita sebelumnya akan menjalani ritual perawatan tubuh dan wajah serta melakukan tradisi pingitan. Selam masa persiapan ini pula, sang gadis akan dibimbing mengenai cara hidup berumah tangga serta diingatkan agar tekun mengaji.

            4.Upacara Akad Nikah Dan Antar Linto
            Pada hari H yang telah ditentukan, akan dilakukan secara antar linto (mengantar pengantin pria). Namun sebelum berangkat kerumah keluarga CBD, calon pengantin pria yang disebut Calon Linto Baro (CLB) menyempatkan diri untuk terlebih dahulu meminta ijin dan memohon doa restu pada orang tuanya. Setelah itu CLB disertai rombongan pergi untuk melaksanakan akad nikah sambil membawa mas kawin yang diminta dan seperangkat alat solat serta bingkisan yang diperuntukan bagi CDB. Sementara itu sambil menunggu rombongan CLB tiba hingga acara ijab Kabul selesai dilakukan, CLB hanya diperbolehkan menunggu di kamarnya.
             Selain itu juga hanya orangtua serta kerabat dekat saja yang akan menerima rombongan CLB. Saat akad nikah berlangsung, ibu dari pengantin pria tidak diperkenankan hadir tetapi dengan berubahnya waktu kebiasaan ini dihilangkan sehingga ibu pengantin pria bisa hadir saat ijab kabul. Keberadaan sang ibu juga diharapkan saat menghadiri acara jamuan besan yang akan diadakan oleh pihak keluarga wanita.Setelah ijab kabul selesai dilaksanakan, keluarga CLB akan menyerahkan Jeunamee yaitu mas kawin berupa sekapur sirih, seperangkat kain adat dan paun yakni uang emas kuno seberat 100 gram. Setelah itu dilakukan acara menjamu besan dan Seleunbu Linto/Dara Baro yakni acara Suap-suapan di antara kedua pengantin. Makna dari acara ini adalah agar keduanya dapat seiring sejalan ketika menjalani biduk rumah tangga.

            5.Upacara Peusijeuk (TAMPUNG TAWAR)
            Yaitu dengan melakukan upacara tepung tawar, memberi dan menerima restu dengan cara memerciki pengantin dengan air yang keluar dari daun seunikeuk, akar naleung sambo, maneekmano, onseukee pulut, ongaca dan lain sebagainya minimal harus ada tiga yang pakai. Acara ini dilakukan oleh beberapa orang yang dituakan (sesepuh) sekurangnya lima orang.Tetapi saat ini bagi masyarakat Aceh kebanyakan ada anggapan bahwa acara ini tidak perlu dilakukan lagi karena dikhawatirkan dicap meniru kebudayaan Hindu. Tetapi dikalangan Ureung Chik (orang yang sudah tua dan sepuh) budaya seperti ini merupakan tata cara adat yang mutlak dilaksanakan dalam upacara perkawinan. Namun kesemuanya tentu akan berpulang lagi kepada pihak keluarga selaku pihak penyelenggara, apakah tradisi seperti ini masih perlu dilestarikan atau tidak kepada generasi seterusnya.




BAB IV
PENUTUP

4.1.      Kesimpulan
            Aceh merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki aneka ragam budaya yang menarik khususnya dalam bentuk tarian, kerajinan dan perayaan. Kebudayaan Aceh sangat dipengaruhi oleh kebudayaan Islam. Tarian, kerajinan, ragam hias, adat istiadat, dan lain-lain semuanya berakar pada nilai-nilai keislaman. Contoh ragam hias Aceh misalnya, banyak mengambil bentuk tumbuhan seperti batang, daun, dan bunga atau bentuk obyek alam seperti awan, bulan, bintang, ombak, dan lain sebagainya. Kesehatan ibu hamil harus terus di perhatikan. Hal ini dapat dilihat dari pelayanan keluarga terhadap kebutuhan ibu dari saat hamil sampai melahirkan, baik dari segi makanan, ramuan, obat–obatan,  thet batee (bakar batu), salee (diasapi), dan lain-lain.
            Fenomena syariat Islam di Aceh hari ini cendrung mengarah kepada pendistorsian syariat itu sendiri. Di satu sisi budaya masyarakat Aceh adalah budaya yang sangat mendukung pelaksanaan syariat Islam, tapi pada prosesnya mengalami hambatan di tingkatan atas, yaitu elite-elite politik yang cenderung menjadikan syariat Islam itu sebagai komoditas politik yang berorientasi pada kekuasaan. Indikasinya ditandai dengan lambannya proses pembuatan kanun-kanun (UU).

4.2.      Saran
            Maka dari itu kita harus memahami faham tentang adapt dan budaya kita. Kita juga harus memahami seberapa penting adat, budaya  bagi kehidupan masyarakat, guna tercapai hidup yang lebih baik, sebagaimana orang-orang sebelum kita kita menjaga adapt budaya, maka dari itu marilah sama-sana kita menjaganya. 




DAFTAR PUSTAKA



http://destririfhani.blogspot.com/2011/03/adat-dan-budaya-aceh.html

http://maswardy07.blogspot.com/2011/05/adat-dan-budaya-aceh-sangat-bangat-tapi.html

Thaib,Rosita.2008.SINTAKSI. Banda aceh :Universitas syah kuala.


1 komentar:

  1. begitu pentingnya adat dan budaya sebagai identitas daerah seperti Aceh


    http://www.marketingkita.com/2017/08/pengertian-retailer-secara-umum-dalam-ilmu-marketing.html

    ReplyDelete

Ads Inside Post